Ali Muhtarom Hakim Tipikor, Sembunyikan Uang Suap di Bawah Kasur


Koran.co.id - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ali Muhtarom, menjadi sorotan setelah penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menemukan uang tunai dalam jumlah besar yang diduga hasil suap, disembunyikan di bawah kasur di rumahnya di Jepara, Jawa Tengah.

Penemuan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan suap terkait penanganan perkara tiga korporasi minyak goreng, yaitu Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas, di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ali Muhtarom, bersama dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharudin dan Djuyamto, diduga menerima suap sebesar Rp22 miliar untuk mempengaruhi putusan perkara tersebut.

Dalam penggeledahan di tiga lokasi, yaitu Jepara, Jakarta, dan Sukabumi, penyidik menyita berbagai barang bukti, termasuk uang tunai dalam berbagai mata uang asing, kendaraan mewah, dan properti lainnya. Di rumah Ali Muhtarom di Jepara, ditemukan uang tunai sebesar USD 36.000 dan satu unit mobil Fortuner.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi di lingkungan peradilan Indonesia, yang sebelumnya juga diwarnai oleh kasus suap terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Agung menyita uang tunai senilai Rp20 miliar dari enam lokasi berbeda.

Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM menilai bahwa kasus-kasus ini mencerminkan bobroknya sistem peradilan di Indonesia, di mana praktik jual beli perkara masih marak terjadi.

Program Pembinaan ala Militer Dedi Mulyadi Diprotes Wali Murid, Diduga Langgar HAM

Koran.co.id  – Seorang wali murid asal Bekasi, Adhel Setiawan, secara resmi melaporkan mantan Bupati Purwakarta dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Laporan ini terkait dengan kebijakan Dedi Mulyadi yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer sebagai bagian dari program pembinaan disiplin. Laporan tersebut juga disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan Indonesia, Adhel menilai program militerisasi terhadap pelajar ini berpotensi melanggar hak-hak anak. Program Barak Militer untuk Siswa Dinilai Tidak Manusiawi Program ini dirancang untuk siswa yang dianggap “nakal” atau sulit dibina. Dedi Mulyadi menyatakan bahwa pendekatan militer memberikan efek kejut yang efektif dalam menurunkan tingkat kenakalan remaja, termasuk bolos sekolah dan pergaulan bebas. Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan...