Pati, Jawa Tengah - Senin, 10 Agustus 2025 – Keputusan Bupati Pati Sudewo untuk memberhentikan 220 pegawai honorer RSUD Soewondo tanpa pesangon menuai gelombang protes dari masyarakat dan pegawai yang terdampak. Mereka menilai kebijakan ini tidak manusiawi karena sebagian besar korban PHK telah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.
Pemecatan Massal Tanpa Pesangon
Para pegawai yang diberhentikan hanya mendapatkan jaminan hari tua (JMO), tanpa kompensasi pesangon sesuai masa kerja. Padahal, sebagian besar dari mereka telah bekerja dalam waktu lama, bahkan ada yang mencapai dua dekade.
“Saya bekerja hampir 20 tahun di RSUD Soewondo. Tapi kami diberhentikan begitu saja, tanpa pesangon. Ini sangat menyakitkan,” kata Ruha, salah satu korban PHK.
Kebijakan ini membuat banyak pihak mempertanyakan arah kepemimpinan Bupati Sudewo. Kritik keras datang dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, organisasi yang memayungi para korban dan simpatisan.
Aksi Protes 13 Agustus 2025
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu memastikan akan menggelar aksi damai besar-besaran pada Rabu, 13 Agustus 2025, di Alun-Alun Pati. Mereka menuntut pemerintah daerah untuk:
1. Membatalkan PHK 220 pegawai RSUD Soewondo.
2. Membayarkan pesangon sesuai masa kerja.
3. Mengevaluasi kepemimpinan Bupati Sudewo.
Kuasa hukum aliansi, Nimerodi Gulo, menilai kebijakan ini menunjukkan sifat arogan kepala daerah.
“Seolah Bupati merasa seperti raja yang bisa melakukan apa saja. Keputusan ini mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegas Nimerodi.
Ironi Rekrutmen Baru
Di tengah kontroversi ini, Pemkab Pati justru membuka lowongan 330 pegawai baru untuk RSUD Soewondo. Jumlah ini bahkan lebih banyak daripada pegawai yang di-PHK, sehingga memunculkan dugaan adanya motif tertentu di balik kebijakan tersebut.
Aliansi menyebut langkah ini kontradiktif dan memperkuat kesan bahwa pemecatan tidak didasarkan pada alasan efisiensi anggaran.
Dampak pada Pelayanan Publik
PHK massal pegawai honorer RSUD Soewondo berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan di wilayah Pati. Sebagian besar pegawai yang diberhentikan memiliki pengalaman kerja yang panjang dan keterampilan yang mumpuni di bidang medis maupun administrasi rumah sakit.
Pengamat kebijakan publik menilai, pergantian pegawai secara mendadak tanpa transisi yang jelas dapat menurunkan kualitas layanan kesehatan dan menimbulkan masalah operasional.
Respon Masyarakat dan Potensi Dampak Politik
Kebijakan ini menjadi topik hangat di media sosial. Tagar #PatiBerduka dan #SaveRSUDSoewondo mulai digunakan warganet untuk menyuarakan dukungan terhadap para korban PHK.
Isu ini juga berpotensi memengaruhi citra politik Bupati Sudewo, terutama menjelang tahun politik daerah. Banyak warga menilai bahwa kebijakan ini dapat menjadi “bumerang” bagi elektabilitasnya.
Kebijakan pemecatan 220 pegawai RSUD Soewondo tanpa pesangon oleh Bupati Pati Sudewo menjadi sorotan tajam publik. Gelombang protes dipastikan akan memuncak pada aksi 13 Agustus 2025, yang diyakini akan diikuti oleh ribuan peserta.
Kasus ini tidak hanya menyangkut nasib pegawai honorer, tetapi juga menyentuh isu yang lebih besar: transparansi, keadilan, dan kepemimpinan di tingkat daerah.
Artikel ini telah tayang di
Koran.co.id
0 Komentar